Peristiwa duka yang terjadi pada 2015 silam terkadang masih menyisakan rasa kehilangan yang begitu dalam , dimana Tuhan tiba-tiba memaksa aku harus mengikhlaskan kepergian Almarhum suamiku yang sudah menemaniku selama kurang lebih 10 tahun lamanya (05 Mei 2005-26 September 2015). Setelah kurang lebih 7 bulan lamanya beliau berjuang melawan kanker hati (hepatoma karsinoma) yang menggerogoti liver nya, akhirnya tak kuasa juga kami melawan takdir Nya, meskipun suamiku bukan seorang pecandu rokok atau alkohol, tetapi kenyataannya Tuhan masih memberikan penyakit mematikan itu sebagai penguji kesabaran dan keikhlasan kami.
Lalu 4 tahun setelah peristiwa itu, Mei 2019 silam, kembali Tuhan ingin menguji kesabaran dan keikhlasanku, aku harus nrimo dan legowo atas kehilangan semua harta yang aku punya waktu itu.Rumah, dan semua isinya, mobil serta aset usaha yang aku punya waktu itu terpaksa aku lelang dengan harga murah karena usahaku gulung tikar sehingga aku mengalami kebangkrutan, jatuh pailit karena persoalan hutang piutang yang melilit.
Dari peristiwa itu, menyisakan begitu banyak cerita dan kisah pahit, yang aku alami hingga sekarang, dari mulai krisis ekonomi dan finansial, hingga masalah kesehatan mental (mental health), seperti kurang percaya diri, sering mengalami gangguan kecemasan hingga suka overthinking, tak hanya itu, kadang juga jadi mudah curiga atau kurang percaya sama orang lain.
Meskipun awalnya aku shock dengan peristiwa yang terjadi begitu cepat itu, tapi aku berusaha untuk tetap berpikir positif, bahwa dibalik semua peristiwa, pasti ada makna dan hikmahnya. Dibalik hal buruk yang kita alami, pasti ada sesuatu yang baik yang mungkin tidak kita sadari.
Setelah bangkrut dan tidak punya apa-apa lagi, akhirnya aku memutuskan untuk membawa anak-anak pulang ke kampung halamanku, karena selama ini aku memang berada di perantauan, setelah menikah aku dan Almarhum suamiku memutuskan untuk merantau, meninggalkan orang tua dan saudara di kampung halaman.
Meskipun pada saat itu kondisi kami benar-benar minus, aku dan anak-anak merasa lega, setelah sekian lama terpisah dengan orang tua dan saudara. Seperti yang aku katakan tadi bahwa kebangkrutan yang aku alami mungkin adalah bagian dari rencana baik Tuhan untuk mengobati kerinduan kami bisa tinggal di kampung halaman, berkumpul kembali bersama keluarga dan handai taulan.
Waktu terus berjalan, kami berusaha untuk menjalani dan menikmati kehidupan dengan segala kekurangan dan keterbatasan. Bayangkan saja, hidup kami yang tadinya lumayan mudah kini semua benar-benar berubah, terutama kehidupan anak-anak yang selama ini mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan, mainan, makanan, pakaian, dan pendidikan yang layak, kini semua itu belum tentu bisa mereka dapatkan lagi.
Sekilas kami nampak biasa saja menghadapi kebangkrutan dan kehilangan kami, kami berusaha tetap mensyukuri hal pahit yang menimpa kami, kami berusaha membuat hari-hari kami tetap indah, meski aku tahu itu bukan hal mudah.
Tetapi diam-diam Ibu ku ikut merasakan apa yang kami alami, ternyata diam-diam beliau juga tak kuasa menahan duka melihat dua bocah yang tadinya hidup serba mudah, kini tiba-tiba harus ikut menanggung musibah demi musibah yang terjadi dalam perjalanan hidup kedua orang tuanya. Ibu sering tiba-tiba murung melihat anak-anak ku tidak bisa mendapatkan apa yang anak-anak lain dapatkan, Ibu tiba-tiba sedih melihat aku yang biasanya sibuk dengan berbagai aktivitas mengatur rumah tangga, menghandle usaha, mengarahkan karyawan, bertemu dengan beberapa rekan untuk kerjasama mengembangkan usaha dan sebagainya, kini harus lebih banyak di rumah, menjalani hari-hari yang sepi, karena kesulitan finansial dan ekonomi, sehingga tidak bisa melakukan banyak hal.
Sekuat apapun Ibu menyembunyikan perasaan dan beban yang ada dalam pikirannya, akhirnya beliau jatuh juga. Desember 2019 beliau jatuh sakit, komplikasi vertigo, diabetes melitus dan infeksi saluran pernafasan akut selama kurang lebih 7 bulan lamanya telah mengantarkan beliau berpulang ke rumah Bapa di Surga untuk selamanya.
Juli 2020 Ibu meninggalkan kami untuk selamanya, kembali Tuhan memaksaku untuk ikhlas dan menerima kepergian Ibu, disaat aku masih butuh peluk dan dekap hangat beliau, disaat aku butuh seorang penyemangat untuk menemani masa-masa sulit ku, disaat aku masih belum bisa bangkit kembali, aku harus kembali merelakan separuh dari jiwaku pergi untuk selamanya
Waktu terus berlalu, dan kehidupan masih terus berjalan, tetapi kondisi kami tak kunjung membaik, bahkan semakin buruk, kami semakin terpuruk, padahal kami sudah benar-benar ikhlas dan legowo menerima semua musibah itu, berusaha berpikir positif dan menjalani hari dengan hal-hal yang positif juga.
Sebisa mungkin aku mencoba untuk bangkit, meski kondisi semakin sulit, tetapi entah mengapa waktu dan kesempatan yang baik tak jua datang menghampiriku. Hingga tiba-tiba muncul rasa ingin marah dan berontak, mengapa seolah Tuhan tidak adil dengan semua yang harus aku terima selama ini.
Bukankah selama ini aku sudah berusaha jadi hamba dan umat Nya yang baik, bukankah aku sudah berusaha menjadi hamba yang pasrah lan nrimo ing pandum hingga tidak berani terlalu banyak menuntut? Bukankah aku juga sudah berusaha hidup jujur, tulus dan jauh dari kecurangan? Bukankah aku juga sudah mengikuti firman Nya untuk menjadi hamba yang selalu “melayani dan merendahkan diri” dimanapun, kapan pun dan kepada siapapun?
Tetapi mengapa semakin hari justru kesulitan demi kesulitan semakin sering datang menghampiri hidupku, mengapa persoalan dan pergumulan hingga kini seolah tak pernah berhenti datang kepadaku.
Semakin hari aku semakin terbuang dan terasing diantara kawanan domba-domba Nya, aku menderita luka sebab ditertawakan dan dihinakan oleh mereka yang selama ini telah berbuat curang kepadaku, aku bahkan melihat banyak sekali ketidak adilan dalam hidup ini, mereka yang berlaku jahat dan curang kepadaku hingga kini masih nampak berjaya dan baik-baik saja, seolah hidupnya menjadi lebih mudah.
Apakah Tuhan adil dengan semua ini? Dimanakah keadilan Tuhan yang katanya akan senantiasa berpihak dan membela setiap umat Nya yang senantiasa percaya? Bukankah seharusnya Tuhan berbelas kasihan kepadaku yang selama ini tak pernah mengeluh meski harus berjalan dengan langkah terseok dan tertatih sendiri? Bukannya malah menimpakan hal-hal buruk kepadaku hingga sekian tahun lamanya? Sebesar apakah dosa dan pelanggaranku hingga duri dan batu senantiasa menghadang di setiap langkah dan perjalanan hidupku?
Dalam penat dan lelah, pertanyaan bernada kesal dan marah seperti itu seringkali muncul dari dalam benakku.Dalam daging yang lemah aku tak kuasa menahan amarah, lalu ingin berontak dan ingin marah.
Apa yang sedang Tuhan pikirkan? Hingga sanggup menimpakan sesuatu yang buruk kepada kami?Bukankah seharusnya Tuhan itu Maha Kasih dan Maha Penyayang? Dalam kealphaan dan kekhilafan mungkin seringkali muncul pertanyaan seperti itu di benak kita.
Dalam sendiri, gelap dan sunyi, dalam terbuang dan terasing sendiri, aku hanya bisa tertunduk diam dalam tafakur, mencari makna dan hikmat dari setiap kisah dan peristiwa. “Urip mung sadermo neruske lakon, sadermo nglampahi”, hidup ternyata hanya tentang sebuah perjalanan, meski sudah hampir 8 tahun lamanya Tuhan mengirim aku dan anak-anakku di padang gurun yang kering dan tandus, tetapi Dia masih setia menyatakan belas kasih Nya kepada kami, tak hanya batu dan duri yang kami temukan di sepanjang perjalanan kami, tetapi setiap hari Dia juga mengirim manna dari langit dan burung puyuh dari arah yang tidak terduga, hingga tanpa terasa… kami masih mampu bertahan, bahkan meski tertatih dan letih, kami masih mampu terus berjalan hingga hari ini.
Terkadang...Tuhan menjawab doa-doa kita bukan seperti apa yang kita pikirkan, bukan sesuai cara dan keinginan kita, tetapi dengan cara dan jalan Nya.
- Ketika aku meminta kekuatan, Tuhan memberiku kesulitan untuk menjadikanku semakin kuat
- Ketika aku meminta hikmat, Tuhan memberiku masalah untuk dipecahkan dan diselesaikan.
- Ketika aku meminta keberanian, Tuhan memberiku bahaya untuk aku hadapi
- Ketika aku meminta kasih sayang, Tuhan memberiku orang-orang susah untuk dibantu.
Pergumulan (ujian) demi pergumulan, persoalan demi persoalan yang datang dalam hidup kami selama ini, mungkin adalah salah satu cara Tuhan mengajar dan menjawab semua doa dan pertanyaan-pertanyaan kami selama ini.
Tuhan ingin dari hari ke hari kami menjadi pribadi (individu) yang lebih kuat menghadapi masa-masa sulit dan sukar, menjadi pribadi yang senantiasa penuh hikmat dan bijaksana dalam menghadapi setiap persoalan dan permasalahan, menjadi sosok pemberani menghadapi segala bentuk tantangan yang datang menerpa hidup kami. Tuhan juga ingin membentuk kami menjadi pribadi yang tetap sabar dan ikhlas meskipun berkali-kali kami harus terluka, kecewa bahkan sering kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup kami, juga menjadi sosok yang senantiasa penuh kasih, meskipun seringkali direndahkan, diremehkan atau diperlakukan tidak adil oleh orang-orang di sekeliling kami.Menjadi sosok yang tetap peduli dan penuh cinta meski terkadang kami sendiri hidup serba berkekurangan dan kesulitan.
Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. 5:15 Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya "(1 Yohanes 5: 14-15).
Tak ada satupun manusia di dunia ini yang tahu pasti bagaimana wujud dan keber ADA an Tuhan di Semesta ini. Tetapi, menurut pemikiran manusia pada umumnya atau secara objektif, Tuhan adalah sebuah konsep tentang entitas yang dianggap sebagai keberadaan tertinggi atau kekuatan ilahi yang menciptakan dan menguasai alam semesta.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa konsep Ketuhanan tersebut terkadang juga sangat subjektif dan dapat bervariasi atau berbeda-beda, tergantung dari latar belakang budaya, agama, dan juga pengalaman hidup masing-masing individu baik pengalaman lahir maupun batin (spiritual), yang sangat berpengaruh pada iman percaya kita akan keberadaan Tuhan.
Oleh karena itu dalam kondisi dan keadaan apapun, sebagai orang yang beriman dan percaya kita harus tetap "berbaik sangka" (Huznuzhan) kepada Tuhan. Bahwa Tuhan adalah entitas tertinggi yang berkuasa atas segala sesuatu di alam semesta ini, yang tidak akan memberikan ular ketika kita meminta roti.
Tetap semangat menjalani hari dan selalu berpikir positif bahwa apapun, atau hal seburuk apapun yang sedang kita alami, hadapi dan terima hari ini adalah wujud implementasi kasih dan karunia Nya kepada kita umat-umat Nya, juga bisa jadi itu semua adalah jawaban dari doa-doa yang kita panjatkan setiap hari kepada Nya.
Terima kasih sudah membaca semoga bermanfaat, have a nice day n God bless you all 😇
Posting Komentar